Anin adalah anak dari dari petani. Umurnya 9 tahun. Setiap pagi, ia selalu pergi ke kebun teh untuk membantu Ibunya yang sedang bekerja. Ibu Anin profesinya sebagai pemetik teh di lereng gunung. Sudah 5 tahun, Ibu Anin bekerja menjadi pemetik teh. Penghasilannya tak seberapa. Sehari, Ibu Anin mendapatkan uang sebesar Rp 3.000,00 dari hasil penjualan teh. Suatu hari, Ibu Anin sakit demam. Karena sakit, Ibu memutuskan untuk tidak bekerja di kebun. Anin pun memutuskan untuk mengantikan Ibunya untuk bekerja di kebun teh.
"Kamu tak usah bekerja di kebun, Anin. Lebih baik, kamu di rumah saja,"pinta Ibunya yang terbaring lemas di tempat tidur.
"Tak apa-apa, bu. Ibu disini saja, kan ada Mina yang menjaga Ibu disini,"kata Anin seraya mengambil keranjang besar di dekat meja. "Mina, kamu jaga Ibu, ya. Kakak berangkat, dulu,"pinta Anin kepada adiknya, Mina yang sedang makan.
"Iya, kak!"jawab Mina.
"Nak, kalau itu kemauanmu, silahkan saja. Tapi, hati-hati di perjalanan,"kata Ibu.
"Iya, bu,"jawab Anin.
Setelah berpamitan, Anin keluar dari rumah menuju kebun teh yang jaraknya tak jauh dari rumah. Di perjalanan, Anin bertemu dengan seorang Nenek. Umurnya sudah tua. Kelihatannya, Nenek tersebut ingin pergi ke kebun teh.
"Nek, nenek mau kemana?"tanya Anin sopan.
Nenek itu tersenyum, dan berkata, "Nenek mau ke kebun teh untuk bekerja,"kata Nenek tersebut.
"Oh, nama Nenek siapa?"tanya Anin. Mereka berdua pun berjalanan bersama.
"Nama Nenek, Miryani,"kata Nenek Miryani memperkenalkan dirinya.
"Oh, begitu. Nek, biar Aku saja yang membawa keranjang itu. Kebetulan, aku juga ingin pergi ke kebun teh!"seru Anin.
"Terima kasih, nak! Kamu memang anak yang baik,"
Setelah berbincang-bincang, mereka berdua berjalan bersama. Beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai di kebun teh. Kemudian, Anin langsung memetik daun teh dan memasukkannya ke dalam keranjang. Nenek Miryani juga ikut bersama Anin. Tak terasa, daun teh yang dipetik sudah banyak dan terisi penuh. Mereka berdua pun pergi ke pengepul teh di dekat kebun.
"Jadi semuanya Rp 4.000,00,"kata pengepul teh.
"Terima kasih, pak,"jawab Anin.
Mereka berdua bergegas pergi dan pulang. Tapi, karena berbeda jalan untuk pulang, Nenek Miryani dan Anin berpisah di tengah-tengah jalan.
"Nak, rumah Nenek ada di jalan sana. Terima kasih sudah menemani Nenek,"kata Nenek Miryani.
"Sama-sama, nek,"jawab Anin.
Anin pun melanjutkan perjalanannya. Setelah sampai di rumah, Anin terkejut melihat banyak sembako ada di depan rumah. Mana mungkin semua sembako ini dibeli oleh Ibu. Anin pun langsung berlari ke kamar Ibunya.
"Bu, kenapa banyak sekali sembako di depan rumah?"tanya Anin bingung.
"Sembako? Ibu tak tahu, nak. Coba Ibu lihat,"kata Ibu. Ibu pun berjalanan pelan ke arah luar rumah. Anin dan Mina merangkul pundak dan tangan Ibunya supaya tak jatuh. Saat melihat sembako yang tersusun rapi di depan rumah.
"Ini semua datang dari mana?"tanya Ibu.
Tiba-tiba, Ayah datang ke rumah. Mukanya terlihat bingung melihat barang-barang sembako ada di depan rumah.
"Bu, semua ini datang dari mana?"tanya Ayah bingung. "Oh, ya, bu, tadi Ayah mendengar kabar dari kampung sebelah saat disawah katanya ada seorang nenek yang ternyata malaikat.
"Mungkin saja ini pemeberian dari Nenek yang tadi saat ke kebun, bertemu denganku,"sahut Anin.
Ibu Anin bingung mendengar penjelasan anaknya tersebut. Mereka semua tak tahu saat berbincang-bincang, sesosok Nenek Miryani ada di depan rumah dan tersenyum.